aku
adalah milikku.
itu yang selalu kupegang teguh.
prinsip utama ku.
tidak ada yang berhak mengatur aku.
tidak ada.
..........
namaku Shandra.
kau tidak perlu tahu nama lengkapku.
itu tidak mengubah apapun kan?
aku
memiliki sebuah keluarga
keluarga normal, jika dilihat dari luar
keluarga busuk, jika dilihat dari dalam, setidaknya menurutku, karena semua orang masih buta, tidak melihat kebobrokan itu
yang terdiri dari papa, mama, kakak perempuanku, dan adik laki laki ku.
yap, aku anak kedua.
aku masih duduk di bangku SMP kelas 3.
kakakku kelas 2 SMA dan adikku masih kelas 3 SD.
aku...
SANGAT membenci keluargaku.
tidak ada hal lain yang ingin kulakukan kecuali pergi meninggalkan mereka.
........kebebasan........
nah.
sekarang, aku lagi disekolah.
jam istirahat ini aku duduk duduk di depan kelas bersama teman teman dekatku.
aku sangat menyukai teman temanku ini. mereka ada 4 orang.
Michelle, Nana, Kenny, dan Jojo.
Michelle dan Nana ini orangnya hampir sama sifatnya.
mereka easy-going dan suka bercanda, bahkan agak serampangan. tapi Michelle lebih dewasa daripada Nana.
sedangkan Kenny orangnya cuek dan tidak banyak bicara. dia tidak suka hal-hal yang tidak penting. dia juga selalu juara kelas.
Jojo, meskipun tidak terlalu pintar dan kepolosannya selalu mengundang emosi lawan bicaranya, tapi dia jago olahraga dan populer. tidak sedikit cewek yang mendekatinya.
mereka asik dan selalu ramai.
aku tidak pernah bosan bersama mereka.
inilah alasan mengapa aku lebih suka di sekolah atau jalan bersama mereka daripada di rumah.
mereka mendengarkan segala curhat dan ceritaku.
aku jauh lebih percaya mereka daripada keluargaku.
"hahhh, bosen banget di rumah ku tuh!!" kataku kepada teman temanku.
"kenapa?" tanya mereka penasaran.
"kalian ini. berapa kali harus aku ceritain sih?? tau sendiri kan keluargaku itu seperti apa. kayak neraka aja," jawabku.
"oh, masalah kakakmu itu ya?" kata Kenny.
"iyalahh, apa lagi coba yang bikin stres dirumah kalo bukan kakak sok cantik tu. tambah lagi orang tua kayak gitu," kataku pedas.
"kenapa sih dengan kakakmu? dia kan emang cantik, baik..." kata Michelle.
"iya, aku seneng kok ama kakakmu. dia baik ama kita kan waktu kita main ke rumahmu," kata Nana sambil senyum.
"arrrhhhh, kalian gak tau sih!" balasku, berusaha mengubah pikiran mereka.
"jangan negative thinking terus dong ke kakakmu," kata Jojo.
"ahahahahahaha, Jojo mah emang naksir kakakmu, Shan!" Nana langsung buka kartu.
"apaan sih Nana!!!" kata Jojo agak malu.
"udah ah! gak usah dibahas," kataku lalu pergi meninggalkan mereka ke kantin.
begitu.
kakakku, yang dalam hati ku juluki "Bidadari bermuka dua", adalah anak emas papa mama dan semua orang dalam keluarga.
dia cantik, baik hati, lembut, dan selalu melakukan apa yang benar.
dia sangat populer dimanapun dia berada.
tapi aku tahu muka dibalik topengnya itu.
dia itu suka berpura-pura baik, selalu menuruti omongan papa mama agar dipuji, dan suka cari muka.
tapi entah kenapa semua orang menyukainya.
tidak adakah yang melihat kebusukannya itu????
mungkin mata semua orang sudah buta.
sebelum ini, lama sekali sebelum ini, dia adalah kakak yang sangat ku kagumi.
dia sangat baik terhadapku, tidak pernah mengomeliku, memarahiku, atau memukulku, malah suka menghiburku saat aku dimarahi mama atau berkelahi dengan temanku.
dia sangat mandiri, bijaksana, dan dewasa, tapi gayanya sederhana dan seperti anak anak.
aku sangat bangga punya kakak seperti dia, dan diam-diam berangan ingin menjadi seperti dia suatu saat nanti.
tapi semua itu hancur begitu saja.
topengnya terbuka.
baru aku sadari, bahkan mama papa lebih sayang padanya daripada aku.
apa yang dia minta, selalu dikabulkan mama papa. tapi coba saja jika aku yang meminta, pasti ditolak, dan yang lebih menyakitkan adalah bahkan mereka tidak mendengarkanku!
aku di acuhkan seperti tidak ada yang berbicara di samping mereka!
dan orang yang aku sukai, lebih memilih kakakku dari aku. bahkan orang itu tertawa saat aku menyatakan perasaan padanya.
tertawa, dan membandingkan aku dengan kakakku.
semula aku hanya bisa menangis dan mengutuki diri sendiri yang tidak bisa seperti kakak, tidak bisa disukai mama papa dan orang-orang seperti mereka menyukainya.
tapi lama-lama aku muak melihat semua tingkah laku kakakku, dan di mataku dia terlihat seperti penjilat.
ini semua salah kakak!!
selalu pura pura baik !! munafik !!
sekarang mataku sudah terbuka akan segala hal.
sudahlah.
sebentar lagi aku akan keluar dari rumah ini.
mengecap kebebasan dan kebahagiaan.
...bel masuk berbunyi akhirnya.
aku kembali ke kelas.
sekarang ulangan matematika.
satu kelas gelisah karena materi kali ini sangat susah. tapi aku tenang karena sudah belajar.
dan beberapa hari kemudian, saat hasilnya dibagi, tidak kaget aku melihat nilaiku 90.
"idih! nilai apaan tuh!!" sembur Nana saat melihat kertas ulanganku.
"waah, kamu gak bantu bantu kita nih pas ulangan!" protes Michelle juga.
"yah, tapi tetep ga ada yang bisa ngalahin Kenny, dia dapat 100! cih," omel Nana lagi.
"makanya kalian belajar dong! hahaha," kataku.
lalu mereka lanjut ribut soal nilainya.
sepulang sekolah, aku masuk ke rumah dengan berlari.
rasanya tidak sabar memamerkan nilaiku ke mama.
aku juga bisa kok seperti kakak yang perfect itu. huh
begitu masuk ruang keluarga, aku melihat mama lagi menelepon.
"maa, tau gak ma?? Shandra dapet 90 lho ujian matnya!" kataku dengan semangat.
"lho, kalo gitu jangan dibayar dulu... iya iya, itu maksud saya," kata mamaku tetap melanjutkan pembicaraan di telepon sambil mengangkat tangannya ke arahku.
"ih mama ni lhoooo. dengerrrr maaaa!" aku ngotot, menggoyang-goyangkan kertas ulanganku didepannya.
lalu kakakku pulang.
"selamat siang ma," katanya saat masuk ruang keluarga.
mamaku mengangguk sambil tersenyum.
nah kan.
apa kubilang.
dasar pilih kasih.
dia bahkan tidak menanggapi kedatanganku.
tapi kalau kakak yang datang....
"apa tuh, Shan?" tanya kakakku sambil menunjuk kertas ditanganku.
cih. bukan kamu yang ingin kuperlihatkan ini.
"bukan apa-apa. sana!" bentakku.
"lihat donggg," kata kakakku penasaran.
tapi karena aku juga ingin memamerkan ke semua orang, jadi kuperlihatkan saja.
pasti reaksinya sok baik lagi.
"woow, 90?? ini materi yang kamu bilang susah banget tu kan?? hebat!" puji kakakku.
kan. sok baik.
bilang saja iri.
"kembaliin! kamu nyindir ya. iya tau, aku jarang dapet nilai bagus," kataku pedas.
"eh? aku gak maksud gitu kok" katanya lagi.
kesabarannya itu membuatku tambah tidak sabar.
"udah ah! sana, sana!" bentakku lagi.
mama menutup teleponnya.
"kalian nih ribut apa lagi sih??" tanya mama dengan agak tidak sabar.
"ga ada," jawabku datar.
ga usah dibahas, pasti mama membela kakak.
lalu aku pergi ke kamar.
"lho Shan, ga jadi nunjukin mama yang tadi tuh??" kata kakak.
"nunjukin apa?" tanya mama.
"ga perlu!!" teriakku seraya membanting pintu kamar.
kamarku ini bisa dibilang tempat meredakan emosi.
tidak ada yang boleh masuk kalau aku tidak mengijinkan. dan aku boleh melakukan apa saja dikamarku.
"cihh, menyebalkaaaannn !!!!!"
aku melempar kertas itu ke lantai.
kapanpun aku melakukan hal yang tidak baik, mereka akan mengomeli dan menganggap aku orang paling jelek.
tapi saat aku melakukan hal baik, mereka tidak menghargai sama sekali.
akhirnya aku jadi malas berbuat baik.
untuk apa??
jadi jangan salahkan aku kalau aku tetap seperti ini.
ini salah kalian semua!!!
tiba-tiba pintu kamarku terbuka.
adikku masuk sambil tertawa-tawa.
"ngapain kamu masuk! gak ngetok pintu dulu lagi," kataku, bete.
"kak, main yukk!" kata adikku itu, tidak mengabaikan kata-kataku.
"main sana sendiri!! pergi, pergi!! syuh!!" bentakku tambah emosi.
tiba-tiba dia menangis keras-keras.
"apa sih!!?? cuma dibilang gitu aja nangis. sssstt!!!"
aku pasti dimarahin mama kalau kayak gini.
dan benar saja.
mama masuk kamar dan menegurku.
apapun alasanku, tetap aku yang salah.
sialan!!
daripada aku dirumah disalah-salahin terus, mending aku pergi ke tempat anak-anak populer sekolahku nongkrong.
disana setidaknya banyak teman yang bisa menghiburku.
jadi sore itu aku kesana.
aku kesana cuma supaya keluar rumah.
hari itu disana lagi heboh karena ada temanku yang jadian dengan temanku juga.
"masaaaaa benerannn!?!?!?! wowwww, selamat yaaa!!!" kataku semangat.
benar-benar kabar yang mengejutkan. aku tidak menyangka.
aku sedikit kecewa sih. sedikit banyak aku berharap aku yang disukai cowok itu.
"jadi pengen iseng. hihihi" kataku dalam hati.
aku sering mengganggu hubungan mereka. menjauhkan mereka berdua dan mendekati cowoknya. akan kutunjukkan bahwa aku lebih baik darinya. siapa bilang aku tidak ada yang naksir??
sekalian iseng sedikit lahh, untuk hiburan.
akhirnya suatu hari, mereka berantem dan putus.
teman cowokku itu jadi suka curhat ke aku. dan aku menanggapi, tentu saja.
hingga akhirnya temanku yang cewek ini marah dan menyindir aku terus menerus.
lama-lama aku emosi juga lihat kata-katanya.
memangnya salahku kalau hubungan kalian selemah itu??
dasar, menyalahkan orang lain bisanya.
huh.
untung ada teman cowokku ini. dia selalu membuatku tersenyum.
dia baik sekali. saat aku bermasalah dengan keluarga, dia yang menghiburku.
aku jadi benar-benar menyukainya sehingga kami memulai hubungan kami.
aku rela melakukan apa saja untuknya.
kebetulan dia agak berkekurangan dan aku berkelebihan. jadi aku tak segan-segan membelikan dia apa saja. hitung-hitung membayar semua senyum yang kuhasilkan selama bersamanya.
"makasih banyak lho, Shan. kamu baik banget,"
itu yang selalu dia bilang saat aku membelikannya sesuatu.
suatu hari, uang jajanku habis.
aku mendatangi mama meminta uang lagi.
"ma, uang jajanku abis ni. minta lagi dong," kataku acuh tak acuh.
"sudah habis lagi?? kamu pakai buat apa sih, Shan?" tanya mama kaget.
"yaah, kebutuhan anak muda kan banyak maaa," kataku tidak sabar.
"kakakmu gak pernah makai duit sebanyak kamu tapi!" kata mama.
"kakak lagiii, kakak lagi. bisa gak sih gak bicarain kakak semenit aja???" emosiku naik lagi.
mamaku menghela napas.
"bukan masalah kakak atau apa. mama gak mau kamu jadi anak yang boros. nih, terakhir ya bulan ini," kata mama sambil mengulurkan beberapa lembar uang.
"oke, oke," dan aku langsung pergi.
ditengah jalan menuju kamarku, aku berpapasan dengan kakak.
"hai," katanya sambil tersenyum.
aku tidak membalas sapaannya. bicara dengannya hanya bikin emosi.
"kakak nyapa kamu tu lho, Shan," kata papa yang tiba-tiba muncul.
"iya,iya. hai jugak!" kataku sebal.
"kok gitu sih?" kata papa lagi, siap mengomeliku. bikin tambah pusing. mereka tidak tahu ya aku lagi banyak pikiran???
"udah, pa. Shandra lagi mumet mungkin," kata kakak.
"udah ga usah ngebela-bela segala! munafik banget sih!!" bentakku, aku tidak bisa menahan emosi lagi. ingin rasanya uneg-uneg ku kukeluarkan semua.
akibatnya papa mengomeliku selama 20 menit.
aku masuk kamar sambil membanting pintu dan menangis di ranjang.
kenapa sih semuanya membela kakak munafik itu???!!!
setidaknya aku tidak akan pernah bermuka dua seperti itu untuk mendapatkan predikat "anak baik"!!! murahan sekali caranya!!!
aku kesal sekali. tidak ada yang mengerti aku. mereka maunya dihargai tapi tidak mau memikirkan perasaanku. aku benciiiiiiiiiiiiiii !!!!!!!!!!!!!!
lalu terdengar ketukan di pintu.
aku diam saja. cepat-cepat menghapus airmataku.
pintu terbuka dan terdengar suara kakak.
"hei, kakak masuk ya?"
aku langsung menyemburnya.
"pergi!!!! seneng kan lihat aku kena masalah terus!?!?!?"
"bukan gitu. kakak masuk dulu ya?" kata kakak lagi.
dia masuk dan mendekatiku di ranjang.
"emm... Shan, emangnya kakak ada salah apa ama kamu?" katanya dengan lembut. membuatku makin benci.
"sana!!! ga usah sok baek!!" kataku tanpa memandangnya.
"tapi..."
"aku bilang PERGI!!!!"
aku memukul tangannya yang mau memegang bahuku dan kuku ku yang panjang menggores jarinya hingga luka.
"aduh!"
aku agak kaget melihat lukanya. ada sedikit perasaan bersalah di hatiku. tapi kebencian dan gengsiku lebih besar dari rasa sesalku.
"...pergi..." kataku pelan.
lalu kakakku pergi lambat-lambat.
kenapa sih dia tidak marah???? masih juga tidak mengeluarkan sifat aslinya!
menyebalkan!!
aku menceritakan ini ke cowokku itu.
"iya kamu sabar aja yah. hm, omong-omong, aku perlu beli headphone baru nih... yang lama rusak," katanya.
"oh, ini," kataku sambil memberikan uang yang kemarin dikasih mama.
"oke, thanks ya. aku pergi dulu," lalu dia pergi. padahal aku masih belum puas curhat.
karena bosan dan sepi, aku menelepon Michelle.
tidak diangkat.
begitu pula dengan Nana, Kenny, dan Jojo.
besoknya di sekolah, aku menghampiri teman-temanku yang sedang duduk-duduk di tempat biasanya.
"hei,hei. kalian kok gak angkat telponku kemarin?" kataku.
"oh. gak papa. lagi... ada banyak urusan aja," kata Nana agak kaku.
"hm? ada apa sih? kok kalian aneh hari ini?" tanyaku penasaran.
"ehm, ndak kok," kata Michelle, tambah mencurigakan.
aku baru mau membuka mulut untuk bertanya lagi, tapi Kenny langsung menjawab.
"kirain kamu gak main ama kita-kita lagi,"
"hah?? kok kalian bisa mikir gitu??" kataku bingung.
"yahh, sejak punya cowok. kamu gak peduli lagi ama kita," kata Jojo.
"ya gaklahhh, ckckckckck. aku gak pernah kayak gitu," kataku. "oh ya, coba denger ceritaku deh."
tiba-tiba Nana memotong.
"tentang cowokmu itu... kayaknya kamu jangan ngelanjutin deh. dia cuma meras uang kamu tau?"
"apaan sih Naaa??? dia kan butuh, salah ya kalo aku bantu?? jangan motong aku dulu ah!" kataku.
"cukup Shan. kita gak suka sifatmu itu. kamu kalo dikasih tau gak pernah denger tapi maunya didengerin. dan kamu cuma dateng ke kita kalo ada masalah aja," kata Michelle.
"kita nasehatin kamu demi kamu juga. bener kata Michelle. kamu ga ada waktu buat main bareng kita. mungkin kamu ngerasa gak butuh kita kalo ada dia. tapi emangnya kamu lari ke siapa kalo dia pergi?? kita kan??" kata Jojo.
aku kaget. Jojo yang biasa kalem, sekarang bisa bicara seperti itu.
"sori kalo sok tau, tapi menurutku itu penyebab kamu selalu dimarahin mama mu. coba lihat kakakmu..." kata Nana.
"kalian gak tau apa apa tentang keluargaku!!!!" kataku menahan amarah.
aku berlari pergi dan itulah terakhir kali kami bicara.
aku benar-benar badmood sekarang.
aku pergi mencari hiburan ke mall dan tempat-tempat nongkrong lainnya hingga pukul 9 malam baru pulang ke rumah.
lalu dirumah, aku ketemu mamaku lagi.
"hei, udah pulang ya?" sapanya sambil tersenyum lebar. "kok malam sekali?"
"iyalah, jelas-jelas udah dirumah gini masa belum pulang," balasku dengan tidak sabar. "tadi jalan-jalan"
"uda makan blum? makan bareng yuk," ajak mama.
"udah," kataku singkat lalu langsung menuju kamar.
tapi aku langsung balik badan lagi. teringat sesuatu.
"oya ma, minta uang lagi dong," aku mengulurkan tanganku.
"kan katanya yang kemarin itu terakhir bulan ini," kata mama.
"aku perlu niii," kataku lagi.
"buat apa sih Shan?" tanya mama sabar.
"temen butuh," aku memalingkan wajah.
"anak cowok itu lagi??? jangan. kamu jangan manjain dia gitu dong. kamu yang rugi," kata mama.
"apa sih ma. mama sendiri kan yang dulu ngajarin buat bantu orang yang lagi perlu," protesku.
"iya tapi bukan yang kayak gini. kamu dimainin dia aja tuh," kata mama.
"ah, bilang aja mama pelit. mama pelit!"
"Shandra!! dengerin mama dong. ini demi kamu juga!" mama menegaskan suaranya.
aku berjalan cepat-cepat ke kamar.
"Shandra! kamu denger gak??" mama memanggilku lagi.
aku membalik badan dengan cepat.
"apanya yang demi aku! semua bilang begitu, tapi ga ada yang ngerti aku!! udah deh, aku capek diatur-atur, ma!"
"kok kamu ngomongnya gitu sekarang ama mama??? mama gak pernah ajarin kamu kayak gitu!"
"aku capek, ma! capek!"
"Shan...!! kamu dipengaruhi temanmu itu ya sampe bisa ngomong gini ama mama!?!? jauhin aja dia!"
"hah?? bahkan ampe kebahagiaanku satu-satunya juga mau direbut! udah mama gak usah atur-atur aku!! mentang-mentang mama yang ngelahirin aku, bukan berarti aku bisa diapain aja kayak boneka! aku juga punya perasaan! aku punya hidup sendiri!"
aku tidak bermaksud lupa daratan, hanya mengatakan kejujuran saja. dan aku tidak akan menyesal.
tiba-tiba pipiku terasa panas dan wajahku terlempar ke samping.
aku di tampar.
ekspresi mama terlihat menyesal tapi sudah terlambat.
keputusanku sudah bulat sekarang.
aku lari keluar rumah. pergi tanpa tujuan yang jelas.
sialnya sekarang sedang hujan. tapi aku tetap berlari. lebih baik diluar hujan-hujanan daripada dirumah.
"Shandra! Kamu mau ke mana??" teriak mama. "hujan, Shan!"
"bukan urusanmu!!" teriakku.
sebuah mobil lewat dari arah berlawanan dan langsung berhenti. ternyata papa dan kakak. papa menjulurkan kepala keluar lewat jendela mobil.
"lho? Shandra? Lagi ngapain kalian?"
mama mengejarku. melihat ada yang tidak beres, kakak keluar mobil, ikut mengejarku. sementara papa memarkir mobil di pinggir jalan dan ikut mengejar.
aku bersembunyi di balik pepohonan dekat sana dan mereka kehilangan jejakku. mereka mencari-cari di sekitar dan memanggil-manggilku. tapi hanya suara samar-samar karena suara guyuran hujan lumayan keras.
muak.
muak rasanya mendengar suara mereka memanggil namaku.
kebencian didalam dada ini sudah bergemuruh tak tertahankan. rasanya aku ingin berteriak dan melenyapkan mereka dari kehidupanku.
aku menahan napas saat kakak berdiri dekat tempat persembunyianku, masih mencari-cari.
aku menatapnya dari atas hingga bawah.
orang ini.
ya. dia.
gara-gara orang ini aku harus seperti ini.
tiba-tiba ada seekor anjing besar dan galak datang dari sebelahku dan menggonggong keras-keras, melompat hendak menerkamku.
"AAAAAAAA!!!!!!"
aku berteriak dan melompat keluar dari pepohonan, berlari asal saja sambil menutup mata. aku paling takut anjing.
"Shandra!!" suara kakak terdengar memanggilku.
saat aku membuka mata, yang kulihat hanyalah kilatan cahaya yang menyilaukan mata dan aku tidak bisa melhiat apa-apa lagi. ada suara decitan roda, teriakan, dan aku merasa tubuhku didorong ke samping hingga aku jatuh terjerembab di tanah.
lalu sepi.
hanya terdengar suara hujan menimpa tanah.
aku bangun dengan kesakitan, siku ku terluka karena terseret di aspal. rambut basahku jatuh menutupi wajahku, menempel di pipi dan dahi ku.
"aduuuh!" keluhku.
aku melihat sekeliling dengan mata menyipit, menembus derasnya hujan dan melihat ada beberapa bayangan orang tidak jauh dari situ.
aku tertatih-tatih mendekati mereka. lututku hingga betis juga terluka gores.
"heei!! tolong aku!! luka nih!!" teriakku.
sosok orang-orang itu tidak merespon teriakanku. mereka sibuk bergerak cepat dan terlihat panik.
aku semakin mendekat dan melihat papa dan mama berwajah pucat pasi, juga seorang bapak tak dikenal yang menelepon dengan panik. di sebelah mereka ada sebuah mobil yang lampunya menyala terang.
dan di tengah mereka ada kakak.
dia berbaring di aspal.
***
aroma rumah sakit yang khas menyerang penciumanku.
dokter-dokter berjubah putih dan perawat-perawat hilir mudik, juga orang-orang tua, muda, anak kecil; ada yang memakai perban, ada yang wajahnya pucat, ada yang memakai tongkat bantu, ada yang memakai kursi roda.
aku duduk di kursi koridor dengan badan basah kuyup dan kedinginan.
papa dan mama berdiri didepan pintu ruang operasi. mama menangis dan papa memeluknya.
tidak ada pembicaraan. hanya diam yang merayapi suasana sekarang.
apa ini, yang berkecamuk di hatiku?
rasanya seperti... sedih, marah, kecewa, mencelos, takut, pahit rasanya.
rasanya seperti, bersalah.
huh, kenapa aku harus merasa bersalah?
salahnya siapa coba? aku tidak menyuruhnya menabrakkan diri ke mobil kok.
aku terus menggumamkan kata-kata itu.
tapi...
kenapa hatiku masih tidak tenang???
rasanya ingin marah-marah. tapi aku sadar aku bakal dapat masalah kalau marah sekarang.
2 jam berlalu.
akhirnya dokter keluar dari ruang operasi dan mengatakan bahwa kakakku selamat tapi kondisinya belum stabil dan hanya waktu yang bisa menjawab bagaimana nasib kakak. Dia sekarang dibawa ke ruang ICU.
papa dan mama masuk dengan baju khusus dari rumah sakit.
aku tetap di luar, duduk.
aku mengaduh pelan saat lukaku tergesek perban saat aku bergerak di tempat duduk.
saat mama dan papa keluar, mama menangis, dan melihat itu hatiku serasa teriris.
mereka mendekati tempat dudukku. aku hanya tertunduk.
mereka tampak ingin berkata-kata, tapi tidak sanggup mengeluarkannya.
mama masih menangis, dan papa hanya membuka mulut dan menutupnya lagi.
lalu mereka berjalan pergi.
aku tidak tahan lagi.
aku berdiri dan setengah berteriak.
"kalian berharap sebaiknya aku saja yang tertabrak kan??"
mereka berhenti dan menoleh.
"kenapa berpikir kami berpikir begitu?" kata papa.
aku mengepalkan tanganku kuat-kuat hingga mati rasa. tanganku gemetar. gigiku kukertakkan sekuat tenaga. airmata memenuhi pelupuk mataku.
"karena aku juga berpikiran sama!!!!"
aku berlari sekuat tenaga, yang kupikirkan hanya menjauh sejauh-jauhnya dari mereka.
"Shandra!!"
aku berlari kencang-kencang sambil menutup mata. toh jika mataku ku buka, aku tetap tidak bisa melihat, karena mataku penuh dengan air mata.
tiba-tiba aku menabrak sesuatu dan jatuh terpental ke belakang. tapi ada yang menangkap pergelangan tanganku sehingga aku tidak terbanting ke lantai rumah sakit.
"aduh!"
"jangan bertindak gegabah lagi, kamu mau membuat orangtua mu tambah cemas?"
aku memihat pemilik suara itu sekaligus pemilik tangan yang menahanku tadi.
dokter perempuan.
kalau tidak salah dia dokter yang tadi menangani kakak. aku baru melihatnya dengan jelas sekarang, tapi sepertinya dia ingat aku yang tadi duduk berjam-jam di luar ruang operasi.
kira-kira umurnya hampir 30 tahun, wajahnya terlihat tegas tapi ramah.
"lho, kok menangis?"
aku diam saja. orang ini tidak perlu ikut campur urusanku.
aku membuang muka, tapi dia terus menatapku, membuatku tambah kesal.
"mau minum teh di ruangan saya?" kata dokter itu.
"tidak!" sambarku. dasar dokter mencurigakan.
"jangan takut, aku mau bicara sebentar" kata dokter itu lagi.
mendadak kecurigaanku lenyap dan akhirnya aku menurut.
aneh. aku tidak pernah menurut pada orang lain jika itu bukan keinginanku juga sebelum ini.
tapi aku merasa sedikit penasaran.
akhirnya sampai di ruangannya. dia mempersilakan aku masuk duluan lalu menutup pintu.
aku duduk dan dia meletakkan secangkir teh dimeja didepanku. dia duduk di belakang meja.
"ada masalah ya?" tanyanya.
aku diam.
"sejak tadi saya lihat kamu duduk sendirian di luar ruang operasi. awalnya saya kira kamu takut dan cemas dengan kakakmu..." kata dokter itu lagi.
aku mendengus dan membuang muka lagi.
"...tapi ternyata bukan begitu ya?" sambungnya.
dia terus mengawasi ekspresiku, membuatku kesal sekali.
"tadi juga kamu teriak-teriak di koridor pada orangtua mu" katanya lagi.
aku diam terus.
"kalau tidak salah kamu diselamatkan kakakmu sehingga kakakmu yang tertabrak ya?" katanya lagi.
nadanya santai seperti sedang mengobrol ringan tapi pandangannya yang menghakimi membuat kesabaranku habis.
"betul! semuanya salahku! kenapa!? mau menyebutkan kesalahanku satu per satu!? senang menyiksaku!!?" teriakku.
"tidak ada yang menyiksamu" kata dokter itu, tetap tenang.
"kau tidak tahu masalahku! jadi tidak usah tanya-tanya atau ikut campur!" bentakku.
aku berdiri sekarang. napasku terengah-engah. rasa takut dan bersalah yang daritadi menggelutiku sudah hilang, digantikan emosi.
"duduk, duduk" kata dokter, kalem, seakan aku baru masuk ruangannya dan aku belum duduk. "kamu belum minum tehnya kan"
aku duduk lagi sambil terus menatapnya. lagi-lagi aku menurutinya.
aku menatap teh didepanku.
"ada racunnya?" tanyaku tanpa pikir panjang.
"hahahahaha mana mungkin kan" kata dokter itu, tertawa.
aku minum sedikit lalu meletakkan cangkir di meja lagi. sekarang pasti dia mau tanya-tanya lagi. mau apa dia sebenarnya?
"mau main kartu remi?" katanya.
aku tercengang. apa-apaan dokter ini.
tapi toh aku lagi butuh pengalih pikiran dan memang aku suka main kartu remi. jadi aku meng-iya-kan.
awalnya aku masih sebal, tapi lama-lama ternyata asyik juga.
kami tertawa-tawa saat bermain.
"dokter baik sekali" kataku tanpa sadar. "aku tidak pernah merasa seperti ini di rumah"
"baguslah. akhirnya kamu tertawa" kata dokter itu.
tersadar, aku langsung menutup mulutku yang sedang terbuka lebar.
"kapan terakhir kali kamu tertawa?" tanya dokter itu.
"apa sih!" hardikku, merasa malu.
"wajahmu muram terus sih. saya pikir kamu tidak pernah tertawa" kata dokter.
"aku selalu tertawa kalau sama teman-teman, tau!" kataku.
"benarkah? kalau di keluarga?"
pertanyaannya membungkamku.
aku harus berhati-hati menjawabnya. dia sepertinya mulai mengorek-ngorek lagi.
huh
jadi begitu
dia memakai taktik yang begitu halus untuk mencari tahu lagi.
"k, ketawa juga!" kataku berbohong.
"oh ya? tadi katanya tidak pernah senang dirumah"
pandangannya menyelidik lagi, membuat emosiku semakin memuncak.
"dokter mau apa sih sebenarnya!!?? ngapain tanya-tanya seperti itu!!?" teriakku.
"kamu merasa bersalah atas apa yang menimpa kakakmu?"
"huh! buat apa merasa seperti itu untuk orang kayak gitu!"
"kakakmu lebih disayang papa mama ya?"
sialan, pikirku.
orang ini kenapa bisa menebak isi hatiku?
"apa... tidak tuh. jangan sok tahu" kataku.
"kelihatan kok. dari kata-katamu pada orang tua mu di koridor tadi, itu bukan kata-kata yang bisa diucapkan begitu saja jika kalian mendapat kasih sayang yang sama" kata dokter.
aku terdiam.
"sepertinya kamu sudah melalui hari-hari yang berat dirumah" kata dokter. "apa karena pilih kasih orangtua mu?"
aku masih diam.
"aku tidak setuju dengan orang tua yang pilih kasih" katanya lagi.
aku menaikkan alisku.
dia satu-satunya orang yang mengatakan itu.
"aku sendiri juga seorang ibu. dan pilih kasih tidak masuk dalam kamusku" kata dokter.
aku diam terus. pikiranku bergulat antara ingin cerita dan tidak.
tapi aku tidak tahan lagi.
"betul kan!? itu yang aku dapat tiap hari, membuatku jadi gila rasanya" kataku, menunduk menatap kakiku, tidak berani menatapnya.
"apapun yang kulakukan, mereka seperti anggap angin lalu. tapi kalau kakak, di elu-elukan. sepertinya aku ini anak tiri. bahkan adikku lebih disayang"
"di elukan bagaimana?" tanya dokter.
"selalu bilang 'contoh dong kakakmu itu' atau memandangku dengan tatapan 'kenapa kamu tidak bisa seperti kakakmu?'. aku merasa terbebani dan tambah lagi kakakku itu, selalu sok baik dan munafik agar tetap disayang semua orang!"
"munafik? dibelakang dia menindasmu?"
"itu... dia tidak menunjukkannya, tapi aku bisa merasakannya! aku heran dia bisa terus pura-pura setiap saat! heh, kuat juga" kataku.
kami diam. karena dokter itu tidak tampak mau bicara, jadi aku melanjutkan.
"bahkan teman-temanku lebih membela kakak kalau aku cerita tentang masalahku ini"
lalu aku menceritakan kejadian dari awal hingga akhir, saat aku bertengkar dengan ke 4 temanku, saat mama tidak memedulikan nilai ulangan matematika ku yang bagus tapi malah merespon saat disapa kakak, dan terakhir tentang kejadian sebelum tabrakan.
dokter itu hanya manggut-manggut tapi tidak bicara sepatah katapun.
setelah aku puas bercerita, baru dokter itu bicara.
"tidak ada orang tua yang tidak sayang anaknya. ada sesuatu yang membuat papa mama seperti itu"
"ya alasannya si kakak itu!" kataku.
"atau sikapmu yang salah" kata dokter.
aku terdiam.
dokter itu lalu mengeluarkan sebuah timbangan kecil. bentuk timbangan itu seperti lambang zodiak libra.
dia meletakkan 1 batu besar di satu wadah dan 1 batu yang juga besar tapi lebih kecil di wadah yang lain.
"lihat, 1 batu ini saja sudah cukup untuk memenuhi wadah ini. batu ini adalah perhatian orang tuamu"
lalu dokter itu meletakkan beberapa batu kecil di wadah yang tadi menampung batu yang lebih kecil.
tapi talinya jadi seimbang.
"yang banyak batu ini adalah kakakmu. yang cuma 1 batu ini kamu. kamu lihat? cuma kelihatannya saja perhatian begitu banyak tertuju pada kakakmu, tapi kalau sama kamu, perhatiannya besar sekali. dan itu yang membuatmu selalu merasa kurang, padahal sudah cukup untukmu"
"apanya yang besar, bahkan aku tidak diperhatikan sekalipun" bantahku.
"lalu terjadi sesuatu" lanjut dokter itu seakan aku tidak bicara.
dokter itu menggores tangannya dengan batu yang dia sebut sebagai aku hingga kulitnya merah.
"kau menyakiti orang yang memberi perhatian padamu" dokter itu memecahkan batu itu jadi 2. "dan pemberi itu pun mematahkan bagian yang jelek tadi"
dokter itu meletakkan batu yang tinggal setengah itu di timbangan lagi dan timbangannya jadi timpang.
"lihat? ambil contoh masalah uang tadi. kamu terus-terusan meminta uang pada mamamu, dan demi kebaikanmu, mamamu mencegah hal buruk yang akan berlanjut, dan mematahkan bagian ini, dengan cara tidak memberimu uang lagi. dan itu membuatmu melihat bahwa perhatiannya padamu malah berkurang"
"mamaku kayak gak pernah muda saja! anak muda kan memang butuh banyak uang!" kataku.
"karena apa? mengikuti trend atau keinginan temanmu? apa yang kamu cari kalau hal itu hanya menyusahkan orang lain? kenapa tidak mencari karaktermu sendiri dan tidak terus terseret apa yang ingin orang lihat darimu? apa kamu tau saat kamu dipuji teman-teman karena mengikuti trend, saat itu juga mungkin mama papamu sedang pusing dengan hidupmu dan saudaramu? akan makan apa kamu besok? bagaimana supaya kamu bahagia? bagaimana supaya kamu bisa tidur tenang di malam hari? bagaimana bisa memenuhi semua kebutuhanmu? sekolahmu dan saudaramu?" cecar dokter itu. "banyak sekali pikiran orangtua yang tidak sampai pada pikiran anak-anak"
aku sedikit tersentak saat dia menyebutkan hal-hal itu.
aku sama sekali tidak pernah berpikir soal itu.
aku teringat dulu pernah melihat kakak menolak uang jajan dari mama, dan bahkan disela-sela tugas sekolahnya yang padat, dia ikut membantu pekerjaan rumah.
"kamu sudah diberi uang berkali-kali, dan satu kali ditolak saja, apa yang kamu katakan pada mamamu? apa kamu tahu hati mamamu sudah tergores sedalam apa mendengar kata-katamu? mungkin hal ini yang menyebabkan papa mamamu tidak memberi perhatian lebih padamu, karena kamu selalu salahgunakan. dan omelan mereka itu sebenarnya untuk memperbaikimu"
"a, apaan sih, kok aku jadi dimarahin gini" kataku sebal.
"saya tahu kamu memberontak karena rasa terluka yang mungkin pernah kamu alami dulu. tapi kamu tidak tahu kan bagaimana orang lain sudah terluka dalam juga? mereka bertahan dan mendapat yang terbaik. apa yang kamu dapat dari pemberontakanmu ini? hidup ini tidak selalu berjalan sesuai mau kita. ada yang namanya mengalah, dan mengalah itu bukan kalah. mengalah juga merupakan suatu keberanian dan kebijaksanaan jika dilakukan pada saat yang tepat. mengalah itu bukan lemah. walau begitu terkadang kita juga perlu menjadi si lemah" kata dokter. "kenapa kamu selalu merasa bersaing dengan kakakmu?"
"dokter tidak usah sok menasehatiku!!" bentakku.
"mind set, nak. ubah pikiran dan hatimu yang keras itu. tidak ada kebahagiaan dari hati yang seperti batu. semua berawal dari pikiranmu, kalau pikiranmu jelek, semua yang ada pada sekelilingmu akan terlihat jelek. berpikirlah positif. masih banyak hal yang tidak bisa dilakukan kakakmu tapi kamu bisa. apa kamu tidak pernah berpikir kakakmu memang benar-benar sayang padamu? kamu bilang dulu kamu kagum padanya, dan sekarang tidak. itu berarti yang berubah adalah kamu. apa yang harus dilakukan orang lain agar kamu puas? sampai merelakan nyawanya untukmu juga belum? kamu ingin dia jadi jahat supaya kamu terlihat baik? tidak bisa, nak. orang tidak akan melihatmu sebagai anak baik walau kakakmu jahat"
"CUKUP!!!!!"
aku berteriak dan menutup kedua telingaku dengan tangan, dan memejamkan mata kuat-kuat.
"kenapa? apa kata-kata saya semua benar? kenapa tidak mengakui? kenapa takut, malu, dan membohongi diri sendiri? kamu belum cukup dewasa, nak. hiduplah selalu seperti anak-anak yang selalu mau dan mau terus belajar"
nadanya yang santai dan ringan itu malah menusukku lebih dalam lagi rasanya.
"kubilang CUKUP!!!"
aku berdiri lagi sekarang. emosiku benar-benar memuncak.
"kamu tidak berhak mengatur aku!!! kamu tidak melihat sendiri kakak itu seperti apa!! papa mama seperti apa!!"
"benarkah? siapa yang berhak? dirimu? dirimu saja tidak bisa membuatmu bahagia kan?"
"jangan bicara lagi!! cukup!! kamu tidak tahu perasaanku!! tidak ada yang tahu!!"
aku membalik badan siap berlari ke pintu keluar. bodoh sekali aku membuang waktu mendengarkan ceramah panjangnya yang sok tahu itu.
tapi saat kakiku baru mau melangkah, dokter itu menangkap lenganku dan menggenggamnya kuat-kuat.
baru sekarang dia menunjukkan emosinya.
"mungkin dari semua orang yang pernah kau temui, aku yang paling mengerti perasaanmu"
tatapannya berubah total. matanya membuatku merasa takut.
aku mencoba melepaskan genggamannya tapi tidak bisa.
"aku sama sepertimu. sangat sama. semua yang kau alami itu pernah kualami dulu. sebagai gantinya, banyak orang yang aku sakiti untuk memuaskan hatiku. tapi aku tidak pernah puas. hingga aku menyebabkan kecelakaan pada orangtuaku dan kehilangan mereka untuk selamanya. aku hidup dalam penyesalan dan mau mati saja rasanya, tapi aku bangkit, dan aku bisa berada di tempat ini sekarang. minta maaf sekarang, dan lihat apa yang terjadi. yakinlah mereka pasti memaafkanmu"
aku mencoba memberontak lagi, tapi sia-sia.
"si, siapa bilang kamu tau perasaanku? tebakanmu tadi semua meleset, tau!" bantahku.
"PEMBOHONG!"
aku kaget dia berteriak begitu.
"akui saja! berpikirlah positif! mengalah! bersyukurlah maka kamu akan merasa puas! cairkan hatimu yang beku itu!"
dia menggoyang-goyangkan lenganku sekarang. aku bisa merasakan tangannya gemetar.
sekarang aku takut sekali rasanya dan ingin cepat-cepat kabur.
"aku benci keluargaku!!" jeritku.
"tidak! yang kau benci itu dirimu sendiri!" bantah dokter. "jangan sampai terlambat! kakakmu itu cuma satu didunia!! apa kau tidak menyesal!? kau sangat sayang keluargamu! tapi kau tidak mau mengakui kebaikan mereka!"
"d, dokter!"
aku benar-benar terkejut melihatnya seperti itu.
dokter itu tersentak kaget dan tampaknya sadar telah menakutiku.
"ma, maaf" katanya.
dia melepaskan lenganku dan aku cepat-cepat berlari ke pintu keluar.
rasanya lenganku sakit sekali digenggam kuat-kuat seperti itu.
saat aku membuka pintu, dia berbicara lagi dengan suara pelan, membuatku berhenti melangkah.
"ubah hatimu, nak"
aku terdiam sebentar tapi tidak mau menjawab, lalu lanjut berlari.
setelah agak jauh dari ruangannya, aku berhenti berlari dan berjalan pelan sambil menggosok-gosok lenganku yang tadi digenggamnya. bahkan aku sudah lupa dengan lukaku yang lain.
"dokter sialan!" umpatku.
aku duduk di kursi terdekat dan menghela napas panjang.
sesaat termenung, aku teringat kejadian barusan.
kata-katanya terngiang di kepalaku.
"akui saja! berpikirlah positif! mengalah! bersyukurlah maka kamu akan merasa puas! cairkan hatimu yang beku itu!"
kalau mau di akui, semua yang dikatakan dokter itu tepat sekali. dia benar-benar menyebutkan semua isi hatiku dari yang baik sampai yang buruk.
dan rasanya aku tidak pernah berpikir positif selama ini. aku selalu mencari kesalahan kakak.
mengalah? aku pikir mengalah itu lemah dan akan direndahkan. menang itu nikmat sekali rasanya. tapi kakak tidak menunjukkan wajah sebal, membuat kemenanganku rasanya sia-sia saja. mungkin dia yang merasa tenang-tenang saja malahan, dan malah mama papa lebih sayang padanya. mungkin memang aku harus mencoba mengalah sesekali.
bersyukur... aku tidak pernah melakukan ini sebelumnya. dan aku tidak pernah merasa puas. kalau dipikir, aku bersyukur punya papa mama yang mensaehatiku supaya tidak malu di luar sana nantinya, dan mereka menyediakan semua untukku. sekarang aku merasa sepi dan takut dan ingin curhat pada mama dan papa. bagaimana kalau mama dan papa tidak ada seperti yang di alami dokter itu?
cairkan hati yang beku. aku selama ini selalu bangga dan bertindak sebagai orang yang keras. aku berpikir harus keras pada orang lain supaya tidak terlihat lemah.
lalu terpikir kata-kata dokter itu lagi.
"mengalah juga merupakan suatu keberanian dan kebijaksanaan jika dilakukan pada saat yang tepat. mengalah itu bukan lemah"
iya.
tidak banyak orang yang berani mengalah. aku sendiri selalu takut mengalah. kalaupun direndahkan orang lain, aku tidak seharusnya membalas, seperti yang kulakukan pada teman-temanku. aku sadar mereka pasti menganggapku arogan. mengalah disaat yang tepat malah membuatku kuat.
lalu aku teringat cowok itu. cowok yang selalu minta uang padaku.
"kenapa tidak mencari karaktermu sendiri dan tidak terus terseret apa yang ingin orang lihat darimu?"
ya, aku akan putus dengan dia besok dan minta maaf pada ceweknya yang dulu.
kembali aku teringat kata-kata dokter yang lain.
"kenapa kamu selalu merasa bersaing dengan kakakmu? kamu ingin dia jadi jahat supaya kamu terlihat baik? tidak bisa, nak. orang tidak akan melihatmu sebagai anak baik walau kakakmu jahat"
benar sekali. aku selalu sebal melihat kakak yang sabar. aku ingin dia menunjukkan sifat buruk agar aku terlihat lebih baik.
aku benar-benar merasa buruk sekarang.
ternyata selama ini aku senang kalau orang lain jahat. bukankah seharusnya aku senang melihat orang baik? apa aku sendiri benar-benar sudah jadi orang jahat?
jujur saja, sebenarnya aku tersiksa berbuat jahat terus.
rasanya ada yang mengganjal tiap hari kalau berbuat jahat.
aku rasanya ingin berubah.
aku mau jadi anak kecil yang terus mau belajar, dan harus percaya diri bahwa aku punya porsi sendiri dengan kebaikan dan kekuranganku, dan kakakpun punya porsi sendiri dengan kebaikan dan kekurangannya. aku tidak mungkin berjalan di jalan kakak dan menjadi seperti dia, begitu juga sebaliknya.
aku harus bahagia dengan caraku sendiri. pasti akan ada orang yang menyayangiku, dan yang di tempat pertama pasti papa mama.
kalaupun kakak lebih dariku, aku seharusnya belajar padanya, dan bersyukur punya orang yang bisa kujadikan panutan. dan bersyukur punya adik, sehingga aku bisa jadi panutan untuknya.
aku bisa melakukan banyak hal baik untuk orang sekitarku. kenapa ini tidak terpikir sebelumnya?
benar kata dokter itu. aku harus mengubah mind set ku.
begitu aku ubah sedikit saja, mataku jadi terbuka lebar. benar-benar hebat.
lalu kata-kata terakhir dokter itu.
"ubah hatimu, nak"
aku termenung lagi.
sekarang rasanya aku rindu sekali dengan papa mama.
aku berjalan keliling mencari mereka. mereka tidak ada di tempat tadi.
aku berkeliling lagi sebentar.
lalu akhirnya aku menemukan mereka. sedang berjalan juga tapi terlihat panik.
aku refleks bersembunyi di balik tembok.
aku ingin pergi ke tempat mereka, tapi takut. tapi sampai kapan aku akan sembunyi?
"minta maaf sekarang, dan lihat apa yang terjadi"
kata-kata dokter itu terngiang di kepalaku. aku menggenggam tanganku kuat-kuat, mengumpulkan keberanian, dan keluar.
mereka melihatku, terkejut, dan berlari mendapatiku.
"kamu dari mana saja, Shandra!? kami mencarimu!!"
setelah aku membuka mataku, aku jadi tersadar bahwa mereka memang menyayangiku.
setelah apa yang telah kuperbuat pada mereka, mereka masih mencariku dan mencemaskanku. bukankah aku harus bersyukur?
aku memeluk mamaku kuat-kuat.
mamaku terlihat kaget. yah, aku memang tidak pernah memeluknya lagi beberapa tahun belakangan ini.
"maaf, ma, pa. Shandra selama ini jadi anak yang buruk. mungkin papa mama sudah nggak sayang lagi, tapi Shandra sayang papa mama"
jantungku berdetak kencang. aku takut mereka tidak memaafkanku. walaupun sudah mencemaskanku, tapi jangan-jangan mereka begitu karena lupa perbuatanku. setelah sekarang kuingatkan, bagaimana nasibku? apalagi kata-kataku tidak meyakinkan seperti itu.
aku siap diomeli.
tapi yang kudapat adalah lengan yang balas memelukku.
"siapa yang nggak sayang kamu?? Seburuk apapun kamu, kita tetap sayang kamu. Justru mama yang mau minta maaf sudah membuatmu merasa asing di rumah"
"aku yang salah! aku sadar. dan aku mau berubah! percaya aku!" kataku, mencoba lebih meyakinkan.
"iya, iya. mama percaya kok"
papa mama tersenyum dan kata-kata dokter itu teringat lagi di kepalaku.
"tidak ada orang tua yang tidak sayang anaknya. yakinlah mereka pasti memaafkanmu"
kehangatan yang mengaliriku dan kata-kata dokter itu membuatku benar-benar tersentuh.
ini yang aku inginkan selama ini. tapi tindakanku sendiri yang menghalangiku mendapatkan ini.
papa mama benar-benar baik, aku terharu sekali hingga airmataku menetes.
sekuat tenaga aku menahannya tapi tidak bisa.
papa mengusap kepalaku dan mama menepuk-nepuk punggungku saat aku menangis.
tidak ada yang menertawaiku. tidak ada yang salah dengan menjadi si lemah.
"walau begitu terkadang kita juga perlu menjadi si lemah"
betul juga.
aku jadi merasa lega.
aku melepas pelukan mamaku dan mengusap mataku.
"boleh aku lihat kakak?" kataku.
mereka mengantarku ke ruang ICU, aku memakai baju khusus, dan masuk.
papa mama menunggu di luar.
aku masuk dan duduk di samping ranjang kakakku.
perban membalut tubuhnya disana sini.
"jangan sampai terlambat! kakakmu itu cuma satu didunia!! apa kau tidak menyesal!?"
aku tidak dapat berkata apa-apa.
dokter itu benar. kakakku satu-satunya.
aku memegang tangannya.
menit demi menit berlalu. aku tidak berkata apapun.
rasanya tenggorokanku tersekat. suaraku tidak mau keluar.
akhirnya yang bisa kukatakan hanya 2 kata.
"maaf, kak"
***
beberapa hari kemudian, kakak membaik. dia sudah siuman dan dipindah ke ruang biasa, dan perbannya sudah mulai dilepas beberapa.
aku disuruh mama menjenguk kakak untuk pertama kalinya setelah dia siuman.
sekarang aku masih di sekolah.
aku sudah putus dengan cowok itu sekarang dan minta maaf pada ceweknya yang dulu.
cewek itu malah berterima kasih karena aku menyelamatkannya dari cowok tukang peras itu dan minta maaf karena menyindirku terus dulu. katanya dulu dia sering menasehati cowok itu tapi ternyata tidak berubah-ubah juga sifatnya.
dan aku juga sudah minta maaf pada teman-temanku.
kami berbaikan lagi dan aku mulai sekarang bertekad akan jadi teman yang baik.
adikku tidak pernah kumarahi lagi sekarang. dia manggut-manggut saja saat aku minta maaf, kayaknya nggak sadar selama ini sudah ku apain.
jadi hari ini sepulang sekolah, aku ke rumah sakit.
teman-teman mau ikut tapi karena mereka ada les dan lain sebagainya, mereka menyusul.
papa lagi kerja, dan mama di rumah mengurus ini itu. adikku masih les.
jadi aku akan ketemu kakak sendiri. sekalian mau berterima kasih pada dokter itu.
sesampainya di ruangan kakak, aku mengintip ke dalam. kakak sedang membaca buku.
aku mengumpulkan keberanian lagi, dan membuka pintu.
"Shandra..." kata kakakku.
"ng, halo kak" kataku takut-takut.
kakak tidak tersenyum seperti biasa, malah terlihat muram.
"sudah membaik?" kataku.
"ya" jawabnya singkat.
yah, reaksi seperti ini membuatku semakin takut dia tidak mau memaafkanku.
"tapi kamu tidak tahu kan bagaimana orang lain sudah terluka dalam juga?"
benar.
kakak pasti sudah terluka banyak juga.
tapi tidak ada salahnya mencoba.
"kak, selama ini pasti kakak sebal dengan sikapku. aku benar-benar bebal. sampai kakak jadi seperti ini. mungkin kakak tidak mau memaafkanku, tapi aku..."
"ssst" potong kakakku. "aku selalu memaafkanmu"
aku terdiam mendengar kata-katanya.
"hahaha. pasti kamu pikir aku ini lemah dan sok baik ya. bagaimanapun kamu adikku. mungkin orang-orang akan heran, tapi aku memang tidak pernah membencimu. maaf, kalau aku selalu membuatmu sebal" kata kakak. "malah aku takut kamu tambah benci aku karena menolongmu"
"tidak! aku yang salah kok. aku selalu menuduh kakak, padahal kakak tulus menyayangiku. aku..."
aku tidak tahu harus mengucapkan rangkaian kata yang bagaimana untuk melukiskan penyesalanku. dan karena aku tidak bisa bicara juga, airmataku yang keluar.
"jangan sabar terus dong!! salahin aku sekali-sekali!!" bentakku.
"sini, sini" kata kakak.
aku mendekat sambil mengusap mata dan duduk disamping ranjangnya.
lalu dia merangkulku.
"pokoknya nggak usah bahas lagi yang sudah lalu. ke depannya awas kalau kamu nyusahin papa mama lagi. Hehe" kata kakak.
hahhhhh.
tetap saja dia tidak memarahiku.
kakak memang terlalu baik. hanya memikirkan orang lain, bukan dirinya. dia bahkan memercayaiku akan berubah tanpa aku bilang akan berubah.
"sudah, jangan nangis. cengeng nih" kata kakak.
"aku nggak cengeng ya!" kataku sambil mengusap sisa air mata.
"hahaha. iya iya" kata kakak.
"kakak terlalu polos. kalau ada yang jahat gimana" kataku.
"papa kan punya banyak koleksi senapan dirumah" kata kakak.
kami tertawa dan lanjut mengobrol.
kapan ya terakhir kali kami mengobrol begini?
setelah satu jam disana, baru aku ingat aku mau bertemu dokter itu.
"aku pergi dulu ya. mau ketemu dokter yang operasi kakak waktu itu" kataku.
"oh dokter itu. kamu kenal ya? dia semangat sekali ngobatin kakak, katanya biar nggak ada yang menyesal. entah apa maksudnya" kata kakak.
aku hanya tersenyum dan bilang, "baru kenal kemarin-kemarin kok. sampai nanti kak, kalau ada apa-apa telpon ya"
sampai di ruangan dokter itu, aku mengetuk dan masuk saat dipersilakan.
saat masuk, dokter itu sedang mengepak barang-barang.
"oh, selamat siang" kata dokter itu. "ada apa?"
"siang" kataku, masih bengong melihat dus-dus yang berjejer di lantai. "mau pindah?"
"iya. saya di pindahtugaskan ke tempat lain. kakakmu akan ditangani dokter lain" katanya.
aku diam.
dia menyadari kediamanku dan berhenti memasukkan barang-barang ke dus.
"ada apa kemari?" tanyanya.
"ng, aku mau berterima kasih atas ceramah dokter. aku benar-benar merasa lega sekarang" kataku.
"oh, ternyata kamu menuruti kata-kata saya ya? kupikir kamu marah dan tidak peduli" kata dokter sambil tersenyum.
"iya, maaf aku teriak-teriak begitu" kataku, agak malu.
"nggak apa. jadi gimana? sudah beres semua masalahmu?" tanyanya lagi sambil lanjut mengepak barang.
"sudah. kata-kata dokter semuanya benar" kataku. "sikapku benar-benar jelek, membuat orang-orang membenciku. aku sadar aku terlalu takut dan malu untuk mengakui kejelekanku sehingga terus terjebak di tempat itu-itu saja. setelah kucoba, ternyata bisa berubah kok"
"bagus dong!" kata dokter, senang.
"setelah aku bersyukur dan menerima orang lain, aku tidak pernah merasa tidak puas lagi. terima kasih banyak ya, dokter" kataku.
"sama-sama" katanya, tersenyum lagi.
"terima kasih juga sudah merawat kakakku. katanya biar nggak ada yang menyesal ya? hahaha" kataku.
"hahahaha. yah... saya tidak ingin kamu seperti saya. dari awal saya melihatmu berteriak pada orangtua mu di koridor, saya merasa saya melihat diri saya di masa lalu. jadi saya mengajakmu bicara" kata dokter. "maaf ya, kamu pasti ketakutan saat saya membentakmu. saya tidak sadar. sebenarnya saat itu saya berbicara tentang diri saya sendiri"
aku tersenyum sambil menatapnya.
"dokter benar-benar dokter yang hebat" kataku. "dan ibu yang baik"
"terima kasih" katanya.
akhirnya dia selesai mengepak dan menutup semua dusnya.
"pegawai yang akan mengirim barang-barang saya ke tempat baru ku, jadi saya berangkat sendiri sekarang" katanya. "nah, sampai jumpa lagi"
aku langsung memeluk dokter itu. dia sepertinya kaget.
mungkin sikapku sebelum ini benar-benar buruk hingga semua orang yang kupeluk selalu kaget.
dia mengusap kepalaku.
"anak baik" katanya.
"kita baru kenal tapi aku merasa nyaman bicara dengan dokter" kataku. "makanya aku nurut
"oh ya? hahaha" katanya. "nah, pesawat saya sudah mau berangkat. saya harus pergi sekarang" katanya.
"baiklah. sampai jumpa lagi dokter" aku melepas pelukanku.
dia melambaikan tangan dan tersenyum. aku membalas lambaian tangannya dan tersenyum juga.
dia keluar ruangan dan pergi. aku mendekat ke jendela dan melihat keluar. tidak lama kemudian aku melihatnya lewat di halaman, masuk ke dalam taksi yang sudah menunggu, dan pergi, menghilang dari pandangan.
dokter yang selalu santai tapi kata-katanya menusuk dan tidak bisa bilang "aku" kecuali saat marah itu benar-benar telah mengubah hidupku.
dia orang kedua yang kukagumi setelah kakak, walaupun dia seram sekali saat marah.
aku ingin bisa jadi 'orang hebat' seperti mereka.
aku harus bersyukur kan?
tentu saja.
lembaran hidupku yang baru akan dimulai sekarang.
jika suatu saat aku mengalami hari-hari yang buruk lagi, aku tidak boleh takut.
aku harus menjaga pikiran, perkataan, dan perbuatanku.
aku harus bisa mengalahkan, memaafkan, dan mengubah musuh terbesarku.
yaitu diriku sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar